Ketika saya menulis tulisan mengenai Kampung Nelayan Tanjung Binga ini, saya teringat sebuah cerita menarik yang pernah diceritakan ayah ketika saya masih kecil. Kurang lebih ceritanya seperti ini:
"Suatu hari, sebuah kapal pesiar / yacht berlabuh di sebuah kampung pesisir pantai utara Pulau Belitung. Seorang penumpang kapal yang tak lain merupakan pakar ekonomi sukses berpapasan dengan para nelayan yang pulang dari melaut membawa berkeranjang-keranjang hasil melaut yang penuh berisi ikan-ikan segar. Kemudian sang pakar ekonomi tersebut menyarankan kepada para nelayan untuk menangkap ikan lebih banyak setiap harinya hingga dapat menjual lebih banyak ikan dan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Setelah mendapatkan keuntungan yang lebih besar, para nelayan dapat membeli kapal yang lebih besar dan seterusnya sampai mereka memiliki banyak kapal pemukat ikan. Setelah itu, para nelayan harus menjual sendiri hasil tangkapan ikannya langsung ke pabrik pemrosesan ikan dan menegosiasikan harga yang lebih baik tanpa melalui pengumpul ikan. Selanjutnya, mereka dapat merintis usaha pabrik ikan sendiri dan mereka dapat pindah ke kota untuk mengendalikan perusahaan yang berkembang semakin besar. Pakar ekonomi itu mengatakan bahwa waktu yang diperlukan untuk itu semua jikalau berjalan lancar sekitar 15 sampai 20 tahun. Setelah bisnis tersebut menjadi sangat besar dan mendapatkan untung milyaran rupiah, para nelayan dapat menikmati hidup di kampung kecil yang indah dekat pantai, tidur dengan tenang, bermain dengan cucu-cucu, pergi memancing, berjalan-jalan dan menghabiskan sore hari sambil bersantai disepanjang pantai. Kemudian salah satu nelayan yang sedari tadi asik mendengarkan angkat bicara “Keren sekali, kalau begitu kami beruntung. kami tidak perlu menghabiskan waktu 20 tahun untuk melakukan itu semua karena sekarang kami telah menikmatinya”.
"Suatu hari, sebuah kapal pesiar / yacht berlabuh di sebuah kampung pesisir pantai utara Pulau Belitung. Seorang penumpang kapal yang tak lain merupakan pakar ekonomi sukses berpapasan dengan para nelayan yang pulang dari melaut membawa berkeranjang-keranjang hasil melaut yang penuh berisi ikan-ikan segar. Kemudian sang pakar ekonomi tersebut menyarankan kepada para nelayan untuk menangkap ikan lebih banyak setiap harinya hingga dapat menjual lebih banyak ikan dan mendapatkan keuntungan yang lebih besar. Setelah mendapatkan keuntungan yang lebih besar, para nelayan dapat membeli kapal yang lebih besar dan seterusnya sampai mereka memiliki banyak kapal pemukat ikan. Setelah itu, para nelayan harus menjual sendiri hasil tangkapan ikannya langsung ke pabrik pemrosesan ikan dan menegosiasikan harga yang lebih baik tanpa melalui pengumpul ikan. Selanjutnya, mereka dapat merintis usaha pabrik ikan sendiri dan mereka dapat pindah ke kota untuk mengendalikan perusahaan yang berkembang semakin besar. Pakar ekonomi itu mengatakan bahwa waktu yang diperlukan untuk itu semua jikalau berjalan lancar sekitar 15 sampai 20 tahun. Setelah bisnis tersebut menjadi sangat besar dan mendapatkan untung milyaran rupiah, para nelayan dapat menikmati hidup di kampung kecil yang indah dekat pantai, tidur dengan tenang, bermain dengan cucu-cucu, pergi memancing, berjalan-jalan dan menghabiskan sore hari sambil bersantai disepanjang pantai. Kemudian salah satu nelayan yang sedari tadi asik mendengarkan angkat bicara “Keren sekali, kalau begitu kami beruntung. kami tidak perlu menghabiskan waktu 20 tahun untuk melakukan itu semua karena sekarang kami telah menikmatinya”.
Begitulah kira-kira gambaran masyarakat di Kampung Nelayan Tanjung Binga ketika pertama kali menginjakan kaki di sana. Kampung Nelayan Tanjung Binga adalah kampung kecil di Utara Pulau Belitung, terletak di Kecamatan Sijuk, Kabupaten Belitung, sekitar 22 kilometer dari Tanjung Pandan, Ibukota Kabupaten Belitung. Pesawat adalah transportasi yang tepat untuk menuju ke Tanjung Pandan dari berbagai daerah atau negara, untuk sampai ke Kampung Tanjung Binga dapat menyusuri jalan darat menggunakan mobil sewaan. Kampung ini setiap tahun menjadi salah satu check points Rally Yacht Sail Indonesia. Tak berlebihan rasanya jika Kampung kecil ini saya sematkan gelar secuil surga yang jatuh ke bumi. Berapa kalipun kita datang ke kampung ini kita tak akan pernah merasa bosan karena awannya tak pernah sama, langitnya berwarna biru indah membentang luas di cakrawala, pemandangan pantainya selalu tampak berbeda, air lautnya bening alami laksana kristal, gugusan pulau-pulau kecil berwarna hijau terpampang sebagai pemanis birunya laut, dan pancaran kebahagiaan warganya memberi aura positif bagi kehidupan. Jika ingin melihat rasa syukur atas kehidupan secara nyata. Kampung ini benar-benar menjadi tujuan yang tepat untuk didatangi.
Desa Tanjung Binga (foto: dok.ladang kangen) |
Sedikit Cerita Tentang
Pulau Belitung
Sejak
boomingnya film Laskar Pelangi yang
dibuat berdasarkan cerita dari Novel Laskar Pelangi karya Andrea Hirata yang
telah diterjemahkan ke 23 bahasa di dunia dan diputar perdana tahun 2008 lalu dengan berlatar cerita di Pulau
Belitung, Pulau ini mendadak jadi terkenal karena film ini tidak hanya bercerita
tentang mimpi sekelompok anak-anak di pulau kecil ini namun juga menyajikan kealamian
Pulau Belitung termasuk pantai-pantainya. Keindahan alam Pulau Belitung ini
semakin mendunia tatkala sebuah film Hollywood berjudul After The Dark (The Philoshoper) juga mengambil latar cerita pulau eksotis ini.
Tahun
2015, Kementerian Pariwisata
menetapkan Belitung sebagai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Pariwisata dan
sekarang, Pulau Belitung telah menjadi
taman wisata dunia dengan diberikannya piagam sebagai taman wisata dunia dari
WTP Foundation (Yayasan Taman Wisata
Dunia) pada tanggal 9 Oktober 2018.
Tanjung Binga bukan
sekedar kampung nelayan biasa
Ketika sampai di sini, semua orang akan
berpikiran yang sama bahwa sebagian besar warga kampung ini bekerja sebagai
nelayan. Sepanjang mata memandang pantai, berjejer perahu-perahu nelayan dan
terdapat dermaga kecil yang digunakan sebagai tempat untuk island
hopping (menyeberang)
ke pulau-pulau kecil yang berada di sekitarnya, seperti Pulau Batu Layar, Pulau
Burung, Pulau Lengkuas dan Pulau Kepayang. Dari dermaga kecil ini pula kita
dapat melihat menara suar Pulau Lengkuas yang bersejarah dan masih berdiri
kokoh hingga saat ini.
Pak Satrio dengan akrab dan ramah
menceritakan seputar kampung yang sedari lahir sudah didiaminya. Ia menuturkan
sesuai dengan tulisan yang tertera di plang nama yang menyambut kedatangan
setiap pengunjung ke kampung ini, tentu saja produk maupun olahan yang berasal
dari kampung ini berbahan dasar dari hasil tangkapan di laut. Pengunjung
biasanya datang ke Kampung Tanjung Binga untuk membeli ikan segar yang baru
turun dari kapal menjelang subuh. Bonusnya, pengunjung dapat menikmati
keindahan matahari terbit menghias cakrawala yang sangat indah.
Plang nama ketika memasuki Kampung Tanjung Binga |
“Hasil tangkapan laut selain dijual segar
juga diolah dengan cara dikeringkan dibawah sinar matahari. Banyak orang datang
ke sini untuk membeli ikan asin dan kawan-kawannya yang terkenal alami tanpa
bahan pengawet, bercita rasa tidak terlalu asin, memiliki aftertaste manis karena hasil tangkapan laut yang masih segar yang
di olah dengan cara dikeringkan ini” Terang Pak Satrio apa adanya tanpa maksud
berpromosi.
Hasil tangkapan laut dikeringkan di bawah sinar matahari (foto: dok. KBA Tanjung Binga) |
Dari cerita di atas tentang Kampung Tanjung
Binga, sekilas kita beranggapan kampung ini layaknya kampung nelayan pada
umumnya. Namun, ada beberapa hal yang membuat kampung ini bukan seperti kampung
nelayan biasa ditambah keberuntungan yang berpihak pada saya karena pada Bulan
Desember saat berkunjung ke sini, Pohon durian yang banyak terdapat dikampung
ini sedang berbuah lebat. Pak Satrio mengungkapkan Bulan Januari adalah puncak
dari panen Buah Durian yang artinya pada bulan itu kita dapat sepuasnya menikmati
langsung buah durian yang jatuh dari pohonnya. Mencicipi rasa buah durian di kampung ini
sangat memuaskan karena daging buahnya bertekstur tebal dengan rasa legit manis.
Rasa buah durian yang nikmat ini membuat lidah tak cukup hanya memakan satu
atau dua buah durian saja.
Selain itu, daya tarik kampung ini juga
karena adanya sebuah resort yang bernama Bukit Berahu. Biasanya orang datang ke
resort ini untuk menikmati pemandangan laut dari atas bukit sambil menikmati
kuliner asli Belitung. Di Bukit Berahu terdapat beberapa cottage yang letaknya dibibir pantai juga dibawah bukit. Pantai di
kaki Bukit Berahu pasirnya berwarna putih dan sangat halus. Di sisi pantai juga
terdapat banyak pohon-pohon Ketapang yang biasanya menjadi tempat berteduh dari
sinar matahari siang hari.
Resort Bukit Berahu di Kampung Nelayan Tanjung Binga (foto: www.bukitberahuresort.com) |
Kementrian
Pariwisata merekomendasikan kampung ini menjadi kampung penerima kick off Kampung Berseri Astra dari PT
Astra Interasional. Setelah melalui serangkaian tahapan
yang di lakukan Astra, nawaitu itupun terwujud. Kampung ini menjadi salah satu Kampung Berseri Astra (KBA) dan merupakan
satu-satunya KBA yang ada di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Melalui
sentuhan hangat Astra, potensi wisata yang sudah ada di kampung ini diintegrasikan
dengan bidang-bidang lainnya. Seperti yang telihat dari keseharian penduduk di kampung
ini yang mulai concern dengan
pentingnya pendidikan, kesehatan, kewirausahaan, dan kelestarian lingkungan
tempat tinggal mereka dengan tetap membumikan suasana penuh kehangatan dan keramahan
dalam setiap aktivitas harian mereka.
Kearifan Lokal Kampung
Nelayan Tanjung Binga
Saya disapa
oleh seorang wanita yang setelaah itu saya ketahui bernama Ibu Yulika, salah
satu warga Tanjung Binga. Beliau dengan semangat menceritakan bahwa kehangatan
dan keramahan bak menyambut teman yang sudah lama tak bersua ke setiap
pengunjung yang datang ke kampung mereka sudah mengakar dari dulu. Hal ini disebabkan
karena sedari dulu mereka telah membuka diri dan berbaik sangka ke orang-orang
yang datang ke daerah mereka. Beliau menuturkan sekitar tahun 1700an, Kompeni
(Belanda) telah melakukan penambangan timah di di Pulau Belitung. Impikasinya, berbagai
suku dan juga bangsa singgah disini tak ayal membuat mereka terbiasa dengan
orang-orang asing yang berkunjung ke kampung mereka. Benar saja, ketika saya
menyusuri jalanan sepanjang kampung, hampir semua pintu rumah warga dalam
keadaan terbuka, setiap pengunjung yang singgah di kampung ini akan disapa ramah
dan jika kita sedikit berbasa basi maka mereka akan bercerita panjang lebar
mengenai apa yang dapat kita eksplor selama berada di sini bahkan sangat
mungkin kita di jamu makan bersama dirumah mereka.
Warga Tanjung Binga yang ramah-ramah (foto: dok. KBA Tanjung Binga) |
Tak hanya sekedar
melaut
Lebih lanjut, Pak Satrio mengatakan sejak kampung ini dinobatkan sebagai
Kampung Berseri Astra Tahun 2017, banyak perubahan yang terjadi pada kampung
ini, tak hanya dari sisi wajah yang lebih berseri, sisi jiwa kampung inipun
menjadi lebih terisi. Warga kampung tak hanya menghabiskan waktu mereka dengan
kegiatan yang berhubungan dengan laut seperti memukat ikan, menyewakan perahu
untuk para pengunjung yang ingin pergi ke pulau-pulau kecil di sekitar kampung,
mengeringkan hasil tangkapan laut di bawah sinar matahari, atau
kegiatan-kegiatan berbau laut lainnya. Sejak banyaknya pelatihan-pelatihan yang
mereka dapatkan sebagai implikasi dari terpilihnya kampung ini sebagai Kampung
Berseri Astra, warga Kampung Tanjung Binga kini telah membuka tempurung yang
selama ini menyelimuti kepala mereka, mereka lebih produktif dan memiliki
kegiatan yang lebih variatif dari sebelumnya.
Panen Bawang Merah
Warga
Kampung Tanjung Binga telah berhasil menanam dan memanen bawang merah yang
merupakan hasil bercocok tanam dalam rangka mengembangkan pilar lingkungan
dengan cara mengoptimalkan peranan lingkungan untuk produktivitas pertanian.
Panen Bawang Merah (foto: dok. KBA Tanjung Binga) |
Produk olahan menjadi lebih variatif
Astra
memfasilitasi wanita nelayan KBA Tanjung Binga untuk mengembangkan pilar
kewirausahaan dengan memberikan mereka kesempatan mengikuti workshop inovasi
bisnis kuliner tradisional Belitung alhasil kini wanita nelayan KBA Tanjung
Binga mampu membuat produk inovasi tak hanya inovasi dari bahan hasil laut
seperti keripik landak laut dan dendeng ikan lunak tetapi juga inovasi dari
bahan pertanian yang ada di lingkungan kampung mereka seperti daun singkong
yang diolah menjadi dendeng daun singkong dan buah durian yang diolah menjadi
dodol durian. Produk olahan UKMK wanita nelayan KBA Tanjung Binga ini telah
dipasarkan di toko dan supermarket yang ada di wilayah Belitung.
Wanita nelayan mengikuti workshop (foto: dok. KBA Tanjung Binga) |
Pemasaran produk ke toko dan supermarket (foto: dok. KBA Tanjung Binga) |
Gerobak Baca dan Rumah
Bahasa
Pada
segi pengembangan pilar pendidikan, Kampung Nelayan Tanjung Binga merintis
kegiatan Gerobak Baca dan Rumah Bahasa.
Pak Cik Cuan adalah orang dibalik layar dari pembuatan gerobak
baca di Desa Tanjung Binga. Gerobak baca ini seperti perpustakaan keliling yang
memiliki banyak buuku-buku menarik. Menurut pak Satrio, tujuan dari keliling
kampung gerobak baca ini untuk memancing warga agar suka membaca dengan sasaran
utama adalah anak-anak usia taman kanak-kanak, sekolah dasar, dan remaja awal.
Namun, gerobak baca ini tetap menghadirkan bacaan pada semua genre umur.
Pak Cik Cuan sedang membuat gerobak baca (foto: dok. KBA Tanjung Binga) |
“Rumah Bahasa KBA Tanjung Binga dibuat dengan tujuan untuk
melatih kecakapan Bahasa Inggris untuk remaja dan pelaku usaha sebagai bagian
dalam mempersiapkan Kampung Tanjung Binga sebagai destinasi wisata nasional dan
internasional” Tutur Pak Satrio.
Belajar berbicara bahasa inggris di Rumah Bahasa (foto: dok. KBA Tanjung Binga) |
Perilaku Hidup Bersih
dan Sehat (PHBS) Warga Kampung Tanjung Binga
Sosialisasi pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat rutin
dilaksanakan ke sekolah-sekolah. Materi sosialisasi perilaku hidup bersih dan
sehat adalah seputar mencuci tangan dengan mencuci tangan dengan sabun
sebelum dan sesudah makan, mengikuti kegiatan olahraga, Membuang sampah pada
tempatnya, membersihkan kamar mandi dan wc sekolah, serta melakukan kerja bakti
bersama warga lingkungan sekolah untuk menciptakan lingkungan yang sehat.
Tak banyak memang yang saya tulis disini
tentang kegiatan Kampung Nelayan Tanjung Binga karena keterbatasan waktu
observasi saya, Namun dari waktu yang sedikit ini, terasa banyak sekali
kebahagiaan yang hadir membersamai. Tentunya dengan melihat lebih dekat Kampung
Wisata Nelayan Tanjung Binga sekarang ini, semua orang yang dahulu pernah berkunjung
ke sini bakal setuju jika saya mengatakan banyak hal yang telah
dilakukan Astra untuk membuat wajah
tanjung binga berseri dan jiwa warganya lebih terisi. Sejak menjadi KBA, warga di desa ini tak hanya
menggantungkan hidup dari melaut dan menjual ikan asin saja, tetapi juga mulai
merintis UMKM yang lebih variatif dan inovatif. Menariknya, sepanjang observasi
yang saya lakukan, tak terlihat ekspresi
letih, pun juga tak ada garis bibir melengkung kebawah yang terlihat justru
sebaliknya, mata dan bibir kompak seirama melengkungkan garisnya keatas mengukir
semburat senyum tulus di wajah mereka diiringi semangat raga dan jiwa bahagia terpancar
yang tak pernah padam. Nampaknya Astra paham betul dalam
mengimplementasikan nasehat manusia terbaik di semesta ini yaitu sebaik-baiknya manusia adalah yang paling bermanfaat
bagi sesamanya. Apa
yang telah diberikan Astra melalui
program Kampung Berseri Astra (KBA) kepada kampung-kampung yang terpilih selama ini, telah banyak
meningkatkan hard skill maupun soft skill warganya. Sejatinya semua
itu tak cukup terbalas dengaan ucapan
terima kasih walau disertai
senyuman terbaik. Tuhan selalu membalas setiap
kebaikan dan Ia telah memberikan upah
yang besar bagi keluarga Astra di surga
atas semua kebahagiaan yang ditransfer warga Tanjung Binga kepada setiap orang yang berkunjung ke sana.
Terima kasih Tanjung Binga, Terima Kasih Astra telah
mengajarkanku bahawa kita
semua berada dalam cakupan sinar mentari tak ada alasan untuk tak bersyukur
dan tak ada alasan untuk tak bahagia.
Catatan:
tulisan ini diikutsertakan dalam lomba Anugerah Pewarta Astra Tahun 2018
Komentar
Posting Komentar